Postingan

MENGKRITISI DUALISME KEPENGURUSAN IKATAN NOTARIS INDONESIA

Oleh: Agus Suhariono Sekarang ini kepengurusan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) terjadi dualisme, yaitu antara Pengurus Pusat (PP) yang dihasilkan melalui : 1. Kongres XXIV bulan Agustus 2023 di Hotel Novotel Tangerang (Banten), menghasilkan Ketua Umum : Tri Firdaus Akbarsyah, SH., MH. 2. Kongres Luar Biasa (KLB) yang diadakan bulan Oktober 2023 di Bandung (Jabar), menghasilkan Ketua Umum : Dr. Irfan Ardiansyah, SH., LL.M, Sp.N. KLB di Bandung diusulkan oleh sebagian besar Pengurus Wilayah (Pengwil) I.N.I, dengan alasan pada Kongres di Tangerang tidak mematuhi mekanisme AD ART INI. Jika demikian alasannya, seharusnya bukan menggelar KLB namun mengajukan gugatan kepada Pengadilan, agar kepengurusan hasil Kongres di Tangerang dibatalkan dan meminta pengadilan membentuk kepanitiaan kongres baru. Terjadinya dualisme kepengurusan I.N.I itu menjadikan Kemenkumham tidak mengakui keduanya, dengan alasan menurut Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU No. 30 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU No. 2 T

Memahami Jenis Akta dan Kekuatan Hukum Akta PPAT

  Memahami Jenis Akta dan Kekuatan Hukum Akta PPAT 13 April 2022 Agus Suhariono Email: agus.suhariono@gmail.com   Sebelum terbentuknya Negara Indonesia dahulu wilayah tersebut adalah jajahan kolonial Belanda. Setelah negara Indonesia terbentuk pada tanggal 17 Agustus 1945 pada wilayah jajahan tersebut resmi bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebagai negara bekas jajahan Belanda, sendi kehidupan hukum di NKRI banyak mewarisi hukum yang telah ditetapkan oleh penjajah. Pewarisan hukum yang dikenal dengan istilah asas konkordansi tersebut memang diperlukan agar ketertiban tetap terjaga, sampai dapat dibentuknya hukum nasional. Salah satu warisan hukum kolonial yang masih berlaku walaupun NKRI telah terbentuk selama 77 tahun silam karena belum dibentuknya hukum nasional adalah hukum perdata yang dikodifikasi dalam Burgerlijk Wetboek Staatblad 1847 Nomor 23 yang diterjemahkan menjadi Kitab Undang-Undang Perdata (KUH Perdata). Walaupun beberapa bagian dari K

PEMAHAMAN PRINSIP PARATE EKSEKUSI PADA HAK TANGGUNGAN

  PEMAHAMAN PRINSIP PARATE EKSEKUSI PADA HAK TANGGUNGAN Oleh: Agus Suhariono Email: agus.suhariono@gmail.com   Diundangkan dan diberlakukannya No. 4/1996 tentang Hak Tanggungan memiliki tujuan terciptanya kepastian dan perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya debitur dan kreditur, sehingga tercipta ketertiban dan rasa keadilan. Salah satu tujuan dari undang-undang tersebut adalah mengatur kemudahan eksekusi, apabila debitur wanprestasi. Sebagaimana fungsi jaminan yaitu memberikan jaminan kepada kreditur, bahwa debitur akan melaksanakan prestasinya tepat waktu sesuai yang diperjanjikan. Dalam hal prestasi debitur tidak dapat atau tidak tepat waktu dilaksanakan sesuai yang diperjanjikan, maka debitur dianggap telah melakukan cidera janji / wanprestasi. Wanprestasi yang dilakukan debitur, menjadikan kreditur dapat menuntut agar debitur memenuhi prestasinya, yaitu mengembalikan pinjaman yang telah diterimanya dengan seketika dan sekaligus.  Apabila

MENGKRITISI RATIO DECIDENDI MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UJI FORMIL UU CIPTA KERJA

  <script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6822205242648022" crossorigin="anonymous"></script> MENGKRITISI RATIO DECIDENDI MAHKAMAH KONSTITUSI TERHADAP UJI FORMIL UU CIPTA KERJA Oleh: Agus Suhariono   Uji formil atau pengujian atas prosedur pembentukan undang-undang belum pernah terjadi sebelumnya. Artinya uji formil UU Cipta Kerja merupakan kasus baru dan menjadi perbincangan yang menarik. Sebagaimana diketahui, wewenang MK adalah menguji undang-undang untuk dibandingkan dengan konstitusi (UUD 1945) Selanjutnya apabila mengacu pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, dinyatakan: “ Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang ”.   Ketentuan ini mencerminkan atribusi wewenang kepada DPR sebagaimana asas trias politika yang dianut Indonesia, yaitu pembagian kekuasaan. Tugas utama DPR adalah membentuk undang-undang, yang pembahasannya dapat dilakukan bersama dengan Presid

BENTUK IDEAL AKTA KETERANGAN HAK WARIS YANG DIBUAT NOTARIS

<script async src="https://pagead2.googlesyndication.com/pagead/js/adsbygoogle.js?client=ca-pub-6822205242648022"       crossorigin="anonymous"></script>     BENTUK IDEAL AKTA KETERANGAN HAK WARIS YANG DIBUAT NOTARIS Oleh: Agus Suhariono Email: agus.suhariono@gmail.com Pada tanggal 23 Agustus 2021, telah diundangkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 16 Tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disingkat Permen ATR/KBPN No. 16/2021). Peraturan Menteri tersebut mengubah beberapa hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pendaftaran tanah. Salah satu hal yang diubah adalah Pasal 111 ayat (1) c tentang alat bukti waris yang dapat dipergunakan untuk pendaftaran peralihan hak atas karena pewarisan. Salah satu alat bukt