Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

MENAKAR RASIO PEMBATASAN SUBYEK PEMBERI HT DALAM LAYANAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK

Gambar
PENDAHULUAN Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (selanjutnya disingkat UUHT) adalah hak jaminan kebendaan yang dapat dibebankan pada hak atas tanah (HAT) atau hak milik atas satuan rumah susun (HMSRS). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUHT, yang dimaksud dengan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur-Kreditur lainnya. Pasal 1 angka 1 ini merupakan definisi yang diberikan UUHT untuk Hak Tanggungan itu sendiri. Dari pengertian yang disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 tersebut, dapat diuraikan unsur-unsur pokok Hak Tanggungan: -   hak jaminan untuk pelunasan hutang; -   utang yang dijamin jumlahnya tertentu; -   obyek Hak Tanggungan adalah hak-hak at

KEDUDUKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM SENGKETA KEPAILITAN DEBITUR

KEDUDUKAN OBYEK HAK TANGGUNGAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM SENGKETA KEPAILITAN DEBITUR PENDAHULUAN Penyelesaian sengketa utang piutang berdasarkan UU Kepailitan ditempuh melalui Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga berwenang mengadili perkara permohonan pailit dan PKPU. Dalam hal permohonan pailit diterima dan dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh Pengadilan Niaga, maka debitur demi hukum kehilangan haknya untuk berbuat sesuatu terhadap penguasaan dan pengurusan harta kekayaan yang termasuk dalam kepailitan terhitung sejak tanggal kepailitan itu. Kepailitan mengakibatkan seluruh harta kekayaan debitur serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan berada dalam sitaan umum sejak saat putusan pernyataan pailit diputuskan. Debitur pailit demi hukum tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menguasai dan menggurus harta kekayaannya. Selanjutnya mengenai harta pailit dijelaskan pada Pasal 21 UU Kepailitan Nomor 37 yang menyebutkan : “Ke