Fungsi Pejabat Umum Dalam Mencegah Penyelundupan Hukum Terkait Orang Asing

Fungsi Pejabat Umum Dalam Mencegah Penyelundupan Hukum Terkait Orang Asing

 

Selama ini banyak terjadi praktik penyelundupan hukum terkait keinginan orang asing untuk memiliki tanah di Indonesia.

 

Menurut UUPA yang menganut asas nasionalitas, yang pada prinsipnya orang asing tidak boleh memiliki Hak Milik atas tanah tanah, sehingga kemudian banyak terjadi upaya-upaya penyelundupan hukum. Anehnya lagi penyelundupan hukum itu seolah-olah dibantu dan dilegitimasi oleh pejabat umum (Notaris/PPAT).

 

Telah banyak terjadi sengketa kepemilikan tanah oleh orang asing yang dilakukan dengan penyelundupan hukum, akan tetapi lebih banyak lagi praktik-praktik penyelundupan tersebut yang tidak terungkap karena tidak terjadi sengketa.

 

Kedudukan pejabat umum di Indonesia, yang diangkat dan diberikan wewenang menurut hukum Indonesia, seharusnya mendukung penegakan hukum di Indonesia dan bukan sebaliknya menjadi pejabat yang mensiasati penegakan hukum.

 

Praktik-praktik penyelundupan hukum, dari waktu ke waktu juga mengalami modernisasi.

 

Jika sebelum penyelundupan hukum dilakukan dengan konstruksi hubungan hutang piutang, artinya pemilik tanah (WNI) menerima sejumlah uang sebagai pinjaman dari WNA dan dilanjutkan dengan pemberian jaminan (HT), akan tetapi WNA kemudian menguasai dan bertindak seolah-olah sebagai pemilik tanah jaminan, yang kemudian mendirikan bangunan dan menempatinya.

Perjanjian utang-piutang itu dibuat dalam bentuk akta notaris dan APHT oleh PPAT, artinya pejabat umum terlibat.

 

Ada juga dengan konstruksi sewa menyewa dengan jangka waktu yang sangat lama, dengan pola yang hampir sama, lagi-lagi pejabat umum terlibat dan melegitimasi perbuatan hukum sewa menyewa itu ke dalam akta noraris.

 

Sebenarnya UUPA tidak secara mutlak melarang kepemilikan orang asing atas tanah. Karena suatu negara pasti juga memerlukan investasi dari luar untuk memajukan negara. UUPA juga mengakomodir kepemilikan tanah bagi orang dan badan hukum asing. Pengaturannya sudah sangat jelas yang pada intinya memperboleh orang asing dan badan hukum asing untuk menguasai dan memanfaatkan tanah di Indonesia.

 

Tetapi kenapa masih marak terjadi penyelundupan hukum atas kepemilikan tanah terkait orang asing ?

 

Daripada membantu terjadinya penyelundupan hukum.

 

Bagi pejabat umum yang didatangi pihak WNI dan WNA yang bermaksud untuk membuat perjanjian mengenai tanah, sebagaimana fungsi pejabat umum salah satunya sebagai penyuluh hukum.

 

Dapat saja di sarankan jika WNA ingin menguasai dan memanfaatkan tanah, maka hak yang dimungkinan baginya hanyalah Hak Pakai.

 

Kemudian disarankan juga diantara mereka dibuat Perjanjian Pemanfaatan Tanah atau Perjanjian Pemberian Hak Pakai, dan selanjutnya Perjanjian itu didaftarkan untuk diberikan Hak Pakai di atas Hak Milik sesuai UUPA.

 

Apabila habis bisa diperjanjikan lagi / perpanjangan dan didarftarkan lagi.

 

Ada keuntungan-keuntungan bagi berbagai pihak (mutualisme simbiosis) apabila dilakukan dengan konstruksi hukum di atas.

 

1. Bagi WNI

- Hak Milik atas tanahnya tidak hilang, suatu saat bisa kembali setelah tidak diperpanjang.

- Mendapat sejumlah uang yang dapat dipersamakan sebagai uang sewa, selama tanah dikuasai dan dimanfaatkan oleh orang asing.

 

2. Bagi WNA

- Dapat menguasai dan memanfaatkan tanah tanpa was-was, karena sudah sesuai hukum di Indonesia.

- Dapat dialihkan dan beralih, artinya dapat dijual atau diwariskan sepanjang Hak Pakai nya masih berlaku.

 

3. Bagi negara

Mendapat uang pemasukan dari pemberian Hak Pakai

 

4. Bagi pejabat umum

Sudah seharusnya menjadi benteng penegakan hukum, artinya menerapkan peraturan hukum dengan sebaik-baiknya dan bukan mensiasati aturan hukum

 

5. Bagi pembaca

Terima kasih sudah membaca coretan sederhana ini sampai habis.

 

Semoga bermanfaat

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKTA BERITA ACARA PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM VIA TELEKONFERENSI

PROSEDUR PEMBACAAN DAN PENANDATANGANAN (VERLEIDEN) AKTA NOTARIS AGAR MEMILIKI KEKUATAN SEBAGAI AKTA OTENTIK

MENGKRITISI DUALISME KEPENGURUSAN IKATAN NOTARIS INDONESIA