Postingan

Pencatatan PPJB Ke Dalam Buku Tanah Dan Akibat Hukumnya

  Pencatatan PPJB Ke Dalam Buku Tanah Dan Akibat Hukumnya Oleh: Agus Suhariono Email: agus.suhariono@gmail.com   Eksistensi PPJB yang pada awalnya tidak diatur secara khusus baik dalam KUH Perdata maupun dalam hukum tanah nasional, mulai mendapat pengakuan dan pengaturan dalam hukum tanah. Hal tersebut tercermin dari ketentuan Pasal 90 PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah, yang merupakan salah peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang pada Pasal 90 PP No. 18/2021 tersebut menentukan: (1)   Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas Tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada daftar umum dan/atau sertipikat Hak Atas Tanah”. Berdasarkan ketentuan di atas, PPJB terhadap tanah yang telah terdaftar (telah diterbitkan sertifik

Masih tentang Aspek Tanggung Jawab Pidana bagi Notaris

  Masih tentang Aspek Tanggung Jawab Pidana bagi Notaris Oleh Agus Suhariono Kali ini berkaitan dengan PPJB antara Developer dan Users.   Tidak jarang Developer menerapkan sistem penjualan lebih awal atau Pre Selling Project (PSP)   Pada PSP tersebut, Developer hanya bermodalkan Gambar dan Brosur sudah memasarkan dan menjual.   Setelah ada masyarakat yang berminat kemudian dibuat PPJBnya   PPJB secara umum merupakan perjanjian pendahuluan yang tidak diatur secara khusus dalam perUUan (innominaat).   PPJB secara umum berpedoman pada asas-asas umum perjanjian, antara lain: asas konsensuil (kesepakatan) asas kebebasan berkontrak (freedom of contract) asas perjanjian berlaku sbg UU (pacta sun servanda) asas itikad baik (good faith)   Tapi PPJB antara developer dan user terkait penjualan rumah tunggal atau rumah susun ada pengaturan dan pembatasannya.   Untuk rumah tunggal tunduk pada UU No. 1/2011 (bbrp hal diubah dg Pasal 50 UU Ciptakerja)   Unt

NOTARIS DAN ASPEK PIDANA

  Notaris dan Aspek Pidana  Oleh : Agus Suhariono Kewenangan utama Notaris   adalah : 1. membuat akta otentik. 2. segala perbuatan / penetapan 3. yang belum ditugaskan kepada pejabat lain   Akta yang dibuat Notaris harus memenuhi aspek lahiriah, formil dan materiil.   A. Aspek lahiriah (Psl. 1870 BW) Akta notaris harus dianggap benar sampai dibuktikan sebaliknya   B. Aspek formil antara lain: - bentuknya sesuai Psl 38 UUJN - verleiden sesuai Psl 40 UUJN - saksi-saksi - tidak melanggar larangan dlm UUJN   C. Aspek materiil (Psl. 16 ayat (1) huruf a UUJN) - perbuatan hukum yang dimuat dalam tidak boleh melanggar perUUan   Terkait aspek materiil dikaitkan dengan delik pidana   Notaris tidak bertanggung jawab secara pidana apabila pihak di dalam akta melakukan pemalsuan (baik surat maupun keterangan), penyalahgunaan keadaan dan pemaksaan. Sepanjang notaris tidak mengetahuinya. Notaris dapat bertanggung jawab secara pida

Mengkritisi Pelayanan Hak Tanggungan Elektronik Terkait Pembatalan Pelayanan

Mengkritisi Pelayanan Hak Tanggungan Elektronik Terkait Pembatalan Pelayanan Oleh: Agus Suhariono Email: agus.suhariono@gmail.com     Pendahuluan Pelayanan pendaftaran Hak Tanggungan sekarang ini dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi yang memiliki tujuan memberikan kemudahan dalam pelayanan publik, yang diatur dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik (Permen ATR/KBPN No. 5/2020). Dalam Permen ATR/KBPN No. 5/2020 tersebut terdapat pihak-pihak yang terkait dengan pendaftaran hak tanggungan, yaitu: a.   Kementerian ATR/KBPN sebagai Penyelenggara b.    Kantor Pertanahan sebagai Pelaksana c.    PPAT sebagai mitra kerja diberikan kedudukan sebagai Pengguna d.    Kreditor sebagai Pengguna Sebagaimana tujuan diundangkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) adalah untuk memberikan jaminan kepastian dan perl

AKIBAT HUKUM OMNIBUS LAW BAGI DUNIA KENOTARIATAN

  Omnibus Law : Merupakan teknik pembentukan perUUan yang banyak dilakukan di negara-negara Common Law atau Anglo Saxon. Misal USA, Kanada, Inggris dll. Prosesnya disebut Omnibus Legislating dan produknya Omnibus Bill Kata Omnibus berasal dari bahasa latin yang artinya segalanya atau semuanya. Jika deregulasi (perubahan UU) dilakukan satu persatu maka akan sulit dilakukan secara cepat dan teringrasi (dlm civil law disebut Kitab UU / Wetboek). Dengan metode Omnibus law cukup 1 (satu) UU yang mengubah berbagai UU sekaligus UU Ciptaker terdiri beberapa klaster. Semangat dibuatnya UU Ciptaker dengan metode Omnibus Law adalah menciptakan iklim kemudahan berusaha dan investasi. Klaster yg berkaitan dengan dunia Kenotariatan adalah Klaster Kemudahan Berusaha Yang antara lain merubah : 1. UU 6/2011 ttg Keimigrasian 2. UU 13/2016 ttg Paten 3. UU 40/2007 ttg PT 4. Stb. 1926 No. 226 ttg HO 5. UU 28/2009 ttg Pajak Daerah 6. UU 7/2016 ttg Nelayan 7. UU 3/1982 t

MENGKRITISI LAYANAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK

MENGKRITISI LAYANAN HAK TANGGUNGAN ELEKTRONIK Oleh : Agus Suhariono Email : agus.suhariono@gmail.com   PENDAHULUAN Belum lama ini Menteri ATR / Kepala BPN menerbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik yang mulai berlaku sejak diundangkan yaitu sejak tanggal 21 Juni 2019 (Permen ATR/KBPN 9/2019). Permen tersebut merupakan kesinambungan dengan Permen ATR/KBPN sebelumnya, yaitu Permen 3/2019 tentang penggunaan sistem elektronik dan Permen 7/2019 tentang perubahan bentuk sertifikat. Dengan diterbitkannya permen-permen tersebut merupakan langka maju Kementerian Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional dalam mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dari kementerian tersebut dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Walaupun Permen tersebut telah diterbitkan dan berlaku sejak diundangkan, namun pelaksanaan Permen No. 9/2019 tentang HT